Transformasi Rebranding Victoria’s Secret era #MeToo

 

Victoria’s Secret (VS) identik dengan pakaian dalam (lingerie), pakaian rumah (loungewear), kosmetika, dan wewangian (perfumery) wanita modern kontemporer kosmopolitan. Di mal-mal internasional, butik VS telah lama menghiasi suasana dengan interior design toko yang mewah dan intim.

VS identik dengan kecantikan tipikal wanita berkulit putih yaitu langsing, tinggi, berkaki jenjang, berambut lurus panjang, dan berdada berukuran medium. Singset namun langsing dan cenderung kurus.

Setiap tahun, puncak kampanye pemesaran VS adalah The Annual Victoria’s Secret Fashion Show yang didukung oleh para supermodel dunia yang didandani ala malaikat bersayap bulu dan permata, seperti Heidi Klum, Kendall Jenner, Adrianna Lima, Gigi Hadid dan nama-nama besar lainnya. Fashion show ini diadakan di kota-kota besar dunia, seperti New York City, Los Angeles, Paris, London, dan Shanghai.

Dengan image glamor dan super cantik, sejak 1977 tahun didirikannya, VS telah membuai wanita-wanita modern dunia. Tahun 1982, VS diakuisisi oleh Leslie H. Wexner yang berhasil meroketkannya menjadi merek kelas dunia. Tentu saja maskot mereka adalah para “malaikat” alias “angels” yang tidak lain adalah super model langsing, luwes, dan berambut panjang.

Terhitung tahun 1995, fashion show-nya telah menjadi ajang pertarungan para supermodel dan rock star dunia. Bruno Mars, Katy Perry, Rihanna, Selena Gomez, dan Maroon Five termasuk para bintang yang memeriahkan acara. Diundang berkonser dalam fashion show tersebut telah menjadi prestasi tersendiri.

Tampaknya, di tahun 1990an dan awal 2000an hingga 2010an, gaya branding VS masih mengena ke konsumen. Namun kampanye promosi terakhir mereka merupakan wujud rebranding yang sangat berani dan menonjolkan faktor kesetaraan dan respek terhadap berbagai bentuk tubuh dan heterogenitas perempuan modern.

Beberapa perempuan unik dengan bentuk tubuh dan prestasi masing-masing telah menjadi simbol-simbol baru kecantikan universal versi VS. Mereka adalah Megan Rapinoe (35) seorang pemain sepak bola dengan rambut pink, Eileen Gu (17) seorang pemain ski dan calon Olympian, Paloma Elsesser (29) seorang model birasial dan advokat inklusivitas, dan Priyanka Chopra Jonas (38) seorang aktris asal India dan investor startup.

Transformasi ini merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap ekualitas perempuan ##MeToo di mana stereotip-stereotip kecantikan dihempaskan. Tidak lagi seorang perempuan barulah “cantik” apabila ia tinggi, langsing dan berambut panjang. Ia bisa saja berambut pendek, tomboi, gemuk, kekar, maupun kurus dan pendek.

Kultur VS yang dulu (pra-rebranding) memperpetuasikan patriarki, misogini, seksisme, dan (mungkin juga) rasialisme (fokus ke standar kecantikan wanita kulit putih walaupun mereka juga menggunakan super model kulit berwarna dan Asia). Rebranding terkini ini merupakan terobosan besar dalam dunia retail dan bisa saja merupakan suatu milestone penting.

Sebagai seorang perempuan, penulis memandang ini sebagai suatu kemajuan positif dalam dunia bisnis dan retail yang dominan patriarki, bahkan dalam memasarkan dan mendesain pakaian dalam dan perlengkapan wanita. Di era Revolusi Industri 4.0, memang sudah waktunya konsumen sungguh-sungguh dihargai dari persepektifnya sendiri.

Bagaimana seorang perempuan merasa nyaman dengan tubuh dan definisi “kecantikan”-nya? Bagaimana ia ingin dipandang sebagai seseorang yang mempunyai berbagai kecerdasan? Bagaimana ia dapat bergerak secara efisien dan produktif dengan mengenakan produk yang ditawarkan?

Sebagai pengambil keputusan bisnis, hargailah konsumen yang ditargetkan dari perspektif mereka sendiri. Misalnya, produk-produk untuk perempuan, sebaiknya berdasarkan kebutuhan mereka, bukan apa yang masyarakat atau laki-laki inginkan dari mereka.

Rebranding VS merupakan salah satu tanda bahwa dunia semakin sadar akan ekualitas jender dan penerimaan akan berbagai perbedaan. Suatu simbol kemajuan yang perlu kita hargai.[