Zilingo Unicorn baru Singapura

Di Singapura telah ada beberapa unicorn pemain lama yaitu Grab, Trax, Lazada, Razer, dan Sea. Di awal tahun 2020 ini, ada satu lagi calon unicorn yang berbasis di Singapura telah bervaluasi mendekati USD 1 miliar, yaitu USD 970 juta. Namanya Zilingo.

Didirikan di tahun 2015 oleh Ankiti Bose dan Dhruv Kapoor, Zilingo melayani pasar Indonesia, Hong Kong, Thailand, Filipina, India, Australia, dan AS. Dengan lebih dari 7 juta pengguna, 800 pegawai dan 50.000 mitra, startup ini mempertemukan manufaktur, retailer, distributor, dan merek-merek fashion dalam satu mata rantai perdagangan fashion yang terbuka.

Pasar fashion UKM Asia Tenggara sendiri mencapai USD 23 miliar di tahun 2018 dan diprediksi akan mencapai USD 100 miliar di tahun 2025. Angka ini dihitung sebelum terjadinya pandemi Covid-19.

Zilingo Shopping mempertemukan merek dengan konsumen langsung. Zilingo Trade mempertemukan penjual grosir ke pemilik bisnis fashion. Platform Zilingo sendiri memungkinkan pemain bisnis untuk membuka toko di sana secara gratis. Jadi, ia lebih dari sekedar marketplace.

Kedua founder bekerja di Sequoia Capital sebagai investment analyst di India, sebelum mereka memutuskan untuk mendirikan Zilingo yang berbasis di Singapura. Ankiti mendapat ilham untuk mempertemukan produsen hingga pemakai fashion setelah mengunjungi pasar raksasa Chatuchak di Thailand.

Para pedagang di Chatuchak yang terdiri dari lebih dari 10.000 toko dan desainer fashion tersebut mempunyai keterbatasan dalam “go online” karena mereka tidak memahami proses transfer dari offline ke online. Jadilah Ankiti melihat peluang yang dapat digarap dengan serius.

Dengan valuasi mendekati USD 1 miliar, bisa jadi Zilingo malah telah memegang posisi unicorn pada saat ini. Uniknya, sebagai seorang CEO perempuan, Ankiti mengutamakan kultur yang tidak mengglamorkan status unicorn ini. Dari 239 startup dengan valuasi unicorn, hanya 23 orang yang ber-CEO perempuan.

Ia tidak ingin Zilingo menjadi “unicorn takabur” dengan lebih besar egonya daripada peningkatan revenuenya. Ankiti sebagai co-founder dan CEO sebuah unicorn teknologi merupakan representasi penting bagi kaum perempuan yang masih sangat minim di dunia startup teknologi. Tampaknya, mereka sadar betul akan “godaan besar setelah menjadi unicorn” seperti WeWork dan Juul Labs.

Profitability jangka panjang Zilingo jauh lebih penting daripada “gelar” unicorn. Kultur korporasi rendah hati dan bekerja dengan determinasi tinggi ini sangat patut ditiru.

Model bisnis Zilingo sendiri sangat unik, karena ia lebih dari sekedar marketplace B2C dan B2B. Mereka memberi kesempatan bagi UKM fashion mikro dengan jasa distribusi, kataloging, dan peminjaman modal. Platform mereka juga mencakup manajemen stok barang dan tracking penjualan.

Jadilah kini mereka juga mengembangkan software dan instrumen-instrumen lainnya untuk mengakses pabrik-pabrik pakaian dan shopping lintas batas. Pemberian kredit bisnis mikro bagi para produsen UKM fashion memungkinkan penjualan berlangsung sangat ramping dari produsen langsung ke konsumen tanpa perantara.

Zilingo berbangga karena platform mereka cukup distruptif dan mampu meratakan kesempatan bisnis (levelling the playing field). Tanpa perlu agen, broker, dan middleman manapun, produsen dapat mengakses pasar global dengan seller management platform mereka. Konsep sederhana nan powerful.

Sayangnya, di era pandemi ini mengharuskan Zilingo mem-PHK 5 persen dari pegawai mereka di Singapura dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Pertumbuhan hyper (hypergrowth) ini pun terpaksa mengalami penurunan.

Bagaimana nasib Zilingo pasca pandemi nanti? Mari kita tunggu dan amati. Bisa diprediksi mereka akan melanjutkan growth rate namun sedikit lebih konservatif dibandingkan posisi hypergrowth tahun 2018 dan 2019 lalu.